Pulau Bali dikenal dunia sebagai surga wisata dengan pantainya yang eksotis, seni budaya yang kental, dan masyarakatnya yang ramah. Namun, di balik gemerlap pariwisata modern, masih tersimpan desa-desa adat yang mempertahankan tradisi Bali kuno secara utuh. Salah satunya adalah Kampung Adat Tenganan Pegringsingan, yang terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten Karangasem, Bali Timur.
![]() |
Desa ini menjadi salah satu dari sedikit desa Bali Aga — yaitu kelompok masyarakat Bali asli yang tidak terpengaruh oleh kebudayaan Majapahit — dan dikenal luas karena adat istiadatnya yang unik, sistem sosial yang terstruktur, serta kain tenun ikat ganda yang langka dan bernilai tinggi. Artikel ini akan mengulas sejarah Desa Tenganan Pegringsingan serta berbagai atraksi budaya dan alam yang ditawarkan kepada wisatawan.
Sejarah dan Asal-usul Desa Tenganan Pegringsingan
Tenganan adalah salah satu desa tertua di Bali, yang dipercaya telah ada sebelum kedatangan kerajaan Majapahit ke pulau ini pada abad ke-14. Masyarakat Tenganan termasuk kelompok Bali Aga, yang berarti "Bali asli" atau "Bali gunung", dan mereka mempertahankan tatanan kehidupan pra-Hindu Majapahit dengan sangat ketat.
Legenda Asal-usul
Menurut mitologi setempat, asal-usul Tenganan berkaitan dengan kisah seorang raja dari kerajaan Bedahulu bernama Raja Mayadenawa. Setelah kekalahannya oleh Dewa Indra, wilayah Tenganan diberikan kepada penduduk setempat sebagai tanda penghargaan karena kesetiaan mereka kepada dewa.
![]() |
Suasana Kampung Adat Tenganan Pegringsingan |
Dewa Indra dianggap sebagai pelindung utama masyarakat Tenganan, dan karena itu mereka menganut bentuk agama Hindu yang khas, yaitu Hindu Indraisme.
Tenganan juga dikenal karena sistem sosialnya yang sangat tertutup dan eksklusif. Dahulu, hanya mereka yang lahir di dalam desa yang boleh tinggal dan menikah di desa tersebut. Meski kini aturan tersebut mulai dilonggarkan, struktur masyarakat dan adat istiadatnya tetap terjaga dengan baik.
Keunikan Arsitektur dan Tata Ruang Desa
Ketika memasuki Desa Tenganan, suasana langsung berbeda dengan desa-desa lain di Bali. Rumah-rumah penduduk tersusun rapi mengikuti garis horizontal dari utara ke selatan, dengan jalan utama membentang di tengah desa. Bangunan rumah terbuat dari campuran tanah liat, batu, dan kayu, dengan bentuk arsitektur khas yang tidak mengalami banyak perubahan sejak ratusan tahun lalu.
![]() |
Salah satu tempat upacara adat di Kampung Adat Tenganan Pegringsingan |
Di sepanjang jalan desa, terdapat banyak bale agung (bangunan serbaguna), pura-pura kecil, serta balai pertemuan yang digunakan untuk musyawarah warga. Setiap keluarga memiliki rumah tinggal yang terdiri dari beberapa bangunan dengan fungsi khusus, seperti tempat tidur, dapur, dan ruang upacara.
Atraksi Budaya dan Wisata di Tenganan Pegringsingan
1. Kain Tenun Gringsing
Kain gringsing adalah salah satu daya tarik utama Tenganan. Kain ini dibuat dengan teknik ikat ganda (double ikat), yang hanya bisa ditemukan di tiga tempat di dunia yaitu Tenganan (Indonesia), Gujarat (India), dan Jepang. Proses pembuatannya sangat rumit dan bisa memakan waktu bertahun-tahun untuk satu lembar kain.
Nama gringsing berasal dari kata gring (sakit) dan sing (tidak), yang berarti penolak bala atau penyembuh. Kain ini tidak hanya digunakan sebagai busana adat, tapi juga sebagai bagian dari upacara keagamaan, simbol status sosial, dan warisan leluhur. Wisatawan bisa melihat langsung proses pembuatannya dan membeli kain gringsing sebagai oleh-oleh eksklusif.
2. Upacara Mekaré-kare (Perang Pandan)
Salah satu atraksi budaya paling terkenal di Tenganan adalah Mekaré-kare, atau yang sering disebut Perang Pandan. Ritual ini digelar setiap tahun pada bulan Juni dalam rangkaian festival Usaba Sambah.
Dalam tradisi ini, para pemuda desa bertarung satu lawan satu menggunakan ikatan daun pandan berduri sebagai senjata, dan tameng dari rotan. Tujuannya bukan untuk menyakiti, melainkan sebagai bentuk penghormatan kepada Dewa Indra, dewa perang dan pelindung masyarakat Tenganan. Luka-luka kecil yang dihasilkan diobati dengan ramuan herbal tradisional.
Pertunjukan ini bukan hanya menyajikan atraksi yang menegangkan, tetapi juga menjadi sarana pendidikan budaya yang sangat berharga bagi generasi muda dan pengunjung.
3. Festival dan Upacara Adat Lainnya
Selain Mekaré-kare, Tenganan juga menggelar berbagai upacara adat sepanjang tahun, seperti Ngusaba, Perang Api, dan ritual pertanian. Upacara-upacara ini menunjukkan hubungan erat masyarakat Tenganan dengan alam, siklus musim, dan kepercayaan leluhur.
Wisatawan yang datang di waktu yang tepat dapat menyaksikan upacara ini secara langsung dan merasakan atmosfer spiritual yang kuat, tanpa harus merasa menjadi outsider — karena warga sangat terbuka terhadap pengunjung yang menghormati adat istiadat mereka.
4. Wisata Edukasi dan Kerajinan Tangan
Di Tenganan, pengunjung juga dapat menikmati pengalaman wisata edukasi, seperti belajar menenun gringsing, membuat kerajinan lontar, dan mengikuti lokakarya tari atau musik tradisional. Banyak penduduk lokal yang membuka rumah mereka sebagai galeri mini, memajang karya seni dan kerajinan tangan yang bisa dibeli langsung.
![]() |
Pusat kerajinan Kampung Adat Tenganan Pegringsingan |
5. Keindahan Alam Sekitar
Meski dikenal sebagai destinasi budaya, Tenganan juga dikelilingi oleh alam yang memesona. Terletak hanya beberapa kilometer dari Pantai Candidasa, desa ini menyuguhkan pemandangan sawah terasering, hutan tropis, dan bukit yang cocok untuk kegiatan tracking dan fotografi alam.
Bagi pecinta keheningan dan keaslian, suasana desa ini jauh dari keramaian turis seperti di Ubud atau Kuta, menjadikannya tempat yang ideal untuk relaksasi dan kontemplasi.
Etika Berkunjung ke Tenganan Pegringsingan
Karena Tenganan adalah desa adat dengan aturan yang ketat, pengunjung diharapkan untuk:
1. Berpakaian sopan dan menghormati tempat suci.
Pengunjung diharapkan mengenakan pakaian yang sopan dan tertutup, terutama saat memasuki area pura atau mengikuti upacara adat. Hindari memakai pakaian terbuka atau terlalu santai seperti tank top dan celana pendek. Jika ingin memasuki pura, sebaiknya menggunakan kain (kamen) dan selendang sesuai tradisi Bali.
2. Menghormati upacara adat setempat dan izin saat mengambil gambar
Tenganan kerap mengadakan upacara adat yang sakral, seperti Perang Pandan atau ritual keagamaan lainnya. Saat menyaksikan upacara, pengunjung diimbau untuk menjaga jarak, tidak berisik, dan tidak mengganggu jalannya prosesi. Mengambil foto boleh saja, tetapi harus dengan izin, terutama saat upacara sedang berlangsung.
3. Tidak masuk ke rumah warga sembarangan
Meskipun warga Tenganan ramah, pengunjung tidak boleh sembarangan masuk ke rumah atau bangunan tradisional tanpa izin. Beberapa rumah dijadikan galeri atau tempat edukasi, dan boleh dimasuki dengan pendamping atau pemandu lokal. Pastikan jika ingin masuk rumah warga atau masuk ke tempat suci ditemani oleh pemandu.
4. Menjaga kebersihan lingkungan
Seperti halnya destinasi wisata budaya lainnya, kebersihan adalah hal yang harus dijaga. Jangan membuang sampah sembarangan atau merusak tanaman dan fasilitas umum.
5. Menghormati nilai dan kepercayaan lokal
Sebagai desa adat yang masih memegang kuat sistem kepercayaan Hindu Bali kuno (Indraisme), masyarakat Tenganan sangat menjunjung tinggi spiritualitas. Pengunjung diharapkan tidak bersikap meremehkan atau mempertanyakan kepercayaan mereka secara tidak sopan.
6. Berinteraksi dengan sopan
Berbicara dengan nada tenang, menggunakan bahasa yang sopan, serta tersenyum dan menghargai kerajinan atau karya yang ditunjukkan oleh warga adalah bentuk kesantunan yang sangat diapresiasi.
Dengan menjaga etika selama berada di Tenganan, pengunjung tidak hanya menunjukkan rasa hormat terhadap budaya lokal, tetapi juga ikut berperan dalam melestarikan warisan budaya Bali yang tak ternilai harganya.
Penduduk Tenganan sangat ramah, dan mereka senang berbagi cerita kepada siapa saja yang menghormati tradisi mereka.
Penutup
Desa Tenganan Pegringsingan bukan hanya destinasi wisata, tapi juga warisan budaya hidup yang mempertahankan identitas Bali kuno di tengah arus modernisasi. Dari sistem sosialnya yang unik, kain tenun gringsing yang langka, hingga ritual Perang Pandan yang sakral, semuanya menghadirkan pengalaman tak terlupakan bagi siapa saja yang ingin memahami sisi lain Pulau Dewata.
Jika Anda ingin merasakan esensi sejati Bali, jauh dari keramaian dan pariwisata massal, maka Tenganan adalah tempat yang wajib dikunjungi. Di sini, Anda tidak hanya menjadi turis — Anda menjadi saksi dari budaya yang telah hidup selama berabad-abad.